Penelitian selama 20 tahun di AS memperlihatkan bahwa pria yang lebih banyak duduk di depan komputer, kemungkinan berusia lebih pendek ketimbang yang hobi berolahraga. Riset dilakukan untuk mengamati gaya hidup dan pola olah raga 17 ribu responden yang terdiri dari alumnus Universitas Harvard, AS.

Riset memperlihatkan betapa pentingnya olahraga dan olahraga dengan intensitas sedang, seperti joging sekitar 4 km sehari. Olahraga tak hanya meningkatkan kebugaran, tetapi juga menambah usia.
Menurut mereka, pria yang rajin olahraga punya harapan hidup lebih tinggi dibanding pria yang gaya hidupnya banyak duduk di depan komputer. Olahraga rutin menghindari efek memperpendek usia gara-gara merokok dan kelebihan berat badan.

Pria penderita tekanan darah tinggi yang rajin olahraga memiliki tingkat kematian separuh dibanding mereka yang tidak olahraga. Pria yang berjalan kaki sekitar 15 kilometer seminggu atau lebih, memiliki tingkat kematian 21 persen lebih rendah dibandingkan pria yang berjalan kaki hanya 4 kilometer seminggu atau kurang.

Olahraga teratur mencegah kecenderungan penyakit genetis yang menyebabkan kematian. Pria yang satu atau kedua orangtuanya meninggal sebelum usia 65 tahun, tingkat kematiannya berkurang sebanyak 25 persen berkat olahraga teratur.

Pria yang sangat aktif, termasuk mereka yang senang olahraga, memiliki harapan hidup paling baik. Ini karena gara-gara kematian penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi lebih sedikit.

Riset terbaru di Selandia Baru juga menunjukkan efek buruk bagi karyawan yang lebih banyak berdiam di depan komputer. Riset tersebut menyebutkan karyawan kantor yang berjam-jam bekerja di belakang meja, lebih mudah mengalami gumpalan darah beku yang mematikan, dibanding penumpang pesawat terbang yang melakukan perjalanan jarak jauh.

Penelitian yang dilakukan Profesor Richard Beasley dari Lembaga Penelitian Medis di Wellington, memperlihatkan sepertiga pasien rumah sakit yang mengalami deep vein thrombosis (DVT) adalah karyawan kantor yang menghabiskan waktu di depan komputer.

Sejumlah 34 persen dari 62 sampel yang mengalami gumpalan darah merupakan orang yang dalam jangka waktu lama bekerja dengan duduk di kursi, sedangkan 21 persen penderita lainnya belum lama berselang melakukan perjalanan jarak jauh dengan pesawat. DVT adalah pembentukan gumpalan darah di nadi dalam, paling sering di kaki.

Gumpalan itu bisa pindah ke jantung, paru-paru atau otak yang menyebabkan rasa sakit dada, sesak nafas, atau bahkan kematian, akibat serangan jantung atau stroke. Kondisi itu biasa disebut sindrom kelas ekonomi karena penumpang pesawat terbang yang melakukan perjalanan jarak jauh, namun tidak leluasa melemaskan anggota badannya, merupakan mereka yang paling berisiko.

Riset ini menjelaskan bahwa gumpalan terjadi pada 10 persen penumpang yang punya resiko tinggi. Beasley mengatakan, beberapa karyawan kantor yang mengalami gumpalan, duduk selama 14 jam sehari.

Beberapa dari mereka bahkan setiap tiga sampai empat jam tidak beranjak dari kursi, katanya. Masalah tersebut paling banyak terjadi di industri teknologi informasi serta pusat layanan lewat telepon. [detroid free press/hatb/cha/www.hidayatullah.com]

Selengkapnya...

Diposting oleh Muh.Ibnu Hajar


Setiap tahun muncul rata-rata 1 juta pengangguran baru di Tanah Air. Ini karena sebanyak 2,5 juta angkatan kerja lulusan sekolah menengah atas (SMA) tidak seluruhnya bisa terserap lapangan kerja.

Penyerapan melalui penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri rata-rata hanya 800.000 orang ditambah lapangan kerja tidak tetap lainnya menyerap total 1,5 juta orang. Pada akhir 2008, angka pengangguran mencapai 9,3 juta orang.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengatakan, salah satu upaya untuk menanggulangi pengangguran adalah membangun Kios 3 in 1 di balai latihan kerja (BLK) yang merupakan bagian revitalisasi BLK. Untuk tahap awal ada 11 kios yang dibangun sebagai proyek percontohan.

"Selain adanya ketidakseimbangan antara lapangan kerja dan jumlah pencari kerja, banyaknya pengangguran juga karena rendahnya kompetensi pencari kerja sebagai contoh di luar negeri, dari 4 juta tenaga kerja kita, 70 persennya hanya bisa mengisi lowongan pembantu rumah tangga karena mereka tidak punya keterampilan meski banyak yang lulusan SMA," kata Erman saat meresmikan Kios 3 in 1 secara nasional yang dipusatkan di Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Surakarta, Selasa (5/5).

Dengan adanya Kios 3 in 1 yang melayani pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja, menurutnya, diharapkan dapat meningkatkan akses dan keterampilan tenaga kerja. Menurut Erman, cukup banyak lulusan yang tidak tahu informasi lowongan kerja sehingga banyak formasi kerja yang tidak terisi.

"Kesempatan kerja di dalam negeri hanya bisa terisi rata-rata nasional 30 persen. Untuk luar negeri, lowongan yang butuh keahlian banyak tidak terisi," kata Erman.

Tahun ini, pihaknya menargetkan penyerapan tenaga kerja 2,6 juta orang yang terdiri dari 2 juta orang untuk penempatan dalam negeri dan 600.000 orang untuk penempatan luar negeri. Untuk itu, pemerintah menyediakan dana Rp 2,5 triliun untuk penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri.

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Departemen Tenaga Kerja Masri Hasyar mengatakan, Kios 3 in 1 yang berbasis sistem informasi online mendorong peningkatan mobilitas pencari kerja. Mereka bisa mendaftar dari wilayah mana pun di Indonesia melalui internet.

"Ini bagian dari revitalisasi BLK untuk membantu lulusan mencari lowongan kerja sesuai kompetensinya," kata Masri.

Kios 3 in 1 untuk tahap awal dibangun di 11 BLK UPTP yang berada di Banda Aceh, Medan, Serang, Banten, Surakarta, Semarang, Samarinda, Makassar, Ternate, Sorong, dan Bandung. Revitalisasi BLK yang menelan dana Rp 300 miliar dari dana stimulus ini diberikan untuk 12 provinsi yang memiliki angka pengangguran tertinggi, yakni 9-12 persen.

Resensi : Nuraurora.com
Selengkapnya...

Diposting oleh Muh.Ibnu Hajar